Sabtu, 04 April 2015

Biadab!!! Diduga Gara-Gara Ngambil Botol Aqua, Anak Kecil di Banjar Dirantai dan Dipukuli




Banjar, KMI - Warga Jadimulya Kelurahan Hergarsari Kecamatan Pataruman Kota Banjar, baru-baru ini dibuat jengkel oleh ulah Heri (54) warga Jelat, Kecamatan Pataruman yang menganiaya dua anak kecil hingga babak belur. Bahkan lebih parahnya lagi, satu diantara dua anak kecil tersebut diikat dengan menggunakan rantai di tiang listrik selama 4 jam.
Kedua anak kecil tersebut adalah bernama David Jordan (13) dan Tedi Kurniawan (14). Keduanya warga Jadimulya RT 3/6 Kelurahan Hegarsari Kecamatan Pataruman Kota Banjar.
Menurut Kristeria (16) seorang saksi mata mengatakan, kejadian ini bermula ketika David, Tedi, Zidan dan Ruli tengah bermain sepakbola di sebuah jalan sepi di sekitar Pasar Banjar sekitar pukul 20.00 WIB, Sabtu (21/3) malam. Setelah selesai bermain bola, keempat anak tersebut merasakan haus, kemudian ia melihat ada sebuah kulkas yang berisi minuman segar berada di depan sebuah kios milik Heri.
Karena anak-anak itu merasa haus, lalu David mengambil sebotol air mineral, sebelum diminum, Heri sudah mengintainya dan David dengan Tedi berhasil ditangkap, namun Ruli dan Zidan berhasil lari . Setelah itu, David dan Tedi beberapa kali dipukuli hingga babak belur, yang lebih biadabnya lagi, David diikat dengan menggunakan rantai di sebuah tiang listrik hingga 4 jam, dari pukul 23.00 WIB hingga pukul 03.00 WIB, Minggu (22/3) dini hari.
"Saya menyaksikan sendiri kejadian itu, bagaimana ia mengikat David dan memukulinya,ujarnya kepada KMI Minggu (22/3) malam.
Kris menambahkan, pelaku tidak hanya memukuli dan merantai David, namun ia juga menantang Ustad Muhtar selaku orang tua dari Tedi.
"Sana bilangin sama orangtua kamu yang ustad itu, saya tidak takut," kata Kris meniru ucapan yang dilontarkan Heri.
David berhasil dilepaskan dari ikatan rantai sekitar pukul 03.05 WIB oleh orangtuanya dengan dibantu sejumlah warga.
Mengetahui hal ini, warga pun mengaku sangat berang dengan kelakuan Heri yang sudah di luar batas kewajaran. Bahkan, warga pun menuntut Heri dihukum seberat-beratnya.
"Kalau memang anak tersebut mencuri air mineral sebotol, cobalah ditegur dulu dan dinasihati yang baik, namun ini sudah sangat keterlaluan mas dan warga pun sangat tidak terima dengan apa yang dilakukan oleh Heri," ucap Apep Saepudin (52) selaku Tokoh Masyarakat Jadimulya. *(Budi setiawan)

Ormas Geram Ontrog Bos Toko Sepatu




Banjar, KMI - Puluhan massa yang tergabung dalam Organisasi Masyarakat Gerakan Rakyat Menggugat (Ormas Geram) baru-baru ini mendatangi pemilik sebuah toko Sepatu di Jalan Hamara Efendi atau tepatnya di Lingkung, Minggu (15/3/2015). Kedatangan mereka mencari Yus (48) selaku Bos toko tersebut, terkait dengan adanya dugaan pelecehan seksual yang dilakukannya terhadap Din (18) salah seorang karyawatinya.
Oyon, dari Ormas Geram mengatakan, kedatangan mereka untuk menanyakan kepada Yus, terkait apa yang diperbuatnya terhadap Din.
Menurutnya Yus yang juga seorang perantau dari luar daerah, jelas telah melecehkan karyawannya.
"Kami warga Banjar, tidak mau dilecehkan, jangan-jangan bukan Din saja yang digarap," ujarnya.
Karena Yus tidak ada di tempart, kedatangan puluhan anggota Ormas Geram ini diterima Oleh Ida (43) istri dari Yus.
Menurut Ida suaminya itu bukan melakukan pelecehan, melainkan dia selingkuh dengan Din yang kini sudah diketahuinya.
"Itu bukan urusan saya dan saya sudah terlanjur hancur. Silahkan suami saya laporkan saja ke Polisi, dan saya sudah siap jadi janda,"kata Ida sambil menangis tersedu-sedu.
Kejadian tersebut sontak saja menjadi tontonan warga, dan sempat memacetkan arus lalu lintas di Jalan Hamara Efendi. *(Budi Setiawan)

Walikota Sukabumi Canangkan Gerakan Pencegahan dan Deteksi Dini Kanker Pada Perempuan



 Sukabumi , KMI - Walikota Sukabumi, H. Mohamad Muradz, S.H., M.M. menginstruksikan kepada seluruh OPD (Organisasi Perangkat Daerah) dan Instansi terkait di lingkungan Pemerintah Kota Sukabumi, agar melakukan mobilisasi tenaga kesehatan dalam rangka melaksanakan Deteksi Dini Kanker, baik di Rumah Sakit maupun di Puskesmas dan sarana kesehatan lainnya.
Selain itu juga agar melakukan koordinasi dengan TP PKK dan Kader Kesehatan, melakukan penyebarluasan informasi dan publikasi kepada masyarakat melalui media komunikasi, serta memberikan jaminan kesehatan yang telah ditetapkan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Hal tersebut sesuai dengan Radiogram Menteri Dalam Negeri R.I. Nomor: 411.4/1450/ SJ tertanggal 24 Maret 2015 tentang Dukungan Pencanangan Gerakan Nasional Pencegahan dan Deteksi Dini Kanker Pada Perempuan Indonesia, yang disampaikan kepada para Gubernur serta para Bupati dan Walikota se-Indonesia.
Dijelaskannya, radiogram Menteri Dalam Negeri tersebut sesuai dengan Surat Menteri Kesehatan R.I.  Nomor: TU.02.01/Menkes/111/2015 tentang Dukungan Pencanangan Gerakan Nasional Pencegahan dan Deteksi Dini Kanker Pada Perempuan Indonesia, dalam rangka pencegahan penyakit Kanker Serviks dan Kanker Payudara yang merupakan penyakit kanker dengan prevalensi tertinggi di Indonesia. Untuk itu perlu dilakukan peningkatan berbagai upaya, dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat, khususnya dalam mencegah dan menghindari faktor dan resiko yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit kanker.
Dijelaskan pula, seperti dikatakan Menteri Dalam Negeri, kondisi tersebut menjadi perhatian dan menginisiasi Ibu Negara untuk melakukan pencanangan Gerakan Nasional Pencegahan dan Deteksi Dini Kanker Pada Perempuan Indonesia, yang akan dilaksanakan pada tanggal 21 April 2015 mendatang, di Puskesmas Kulon Progo, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Selain itu juga dikatakan, dalam kesempatan tersebut, Ibu Negara akan melakukan teleconference atau komunikasi langsung, dengan 9 Pemerintah Provinsi se Indonesia. Antara lain, Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Provinsi Sulawesi Selatan. *(Rizal Pane)


BPN OKI Sukses Jalankan Program Kerakyatan



Kayuagung, KMI - Tahun 2014 Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kab. Ogan Komering Ilir (OKI) telah melaksanakan Program Nasional (Prona) dengan jumlah 2568 persil sertifikat dan 750 persil sertifikat untuk warga Transmigrasi. Itu semua telah selesai, tinggal penyerahan kepada masyarakat dan akan kita berikan secara simbolis kepada Bapak Bupati OKI, demikian Kepala Sub bagian BPN Kab. OKI, Trisno kepada Modus Investigasi di ruang kerjanya belum lama ini.
Dikatakan Trisno, tahun 2015 ini program Prona ini di Kabupaten OKI sebanyak 3200 persil sertifikat terdiri dari 2500 persil sertifikat Prona dan 700 persil sertifikat untuk masyarakat transmigrasi hampir sama jumlahnya dengan tahun sebelumnya terdiri dari 10 kecamatan se Kab.OKI yaitu Lempuing, Jejawi dan seterusnya.
Saya lupa kecamatan mana lagi, ”ujar Trisno.
Menurutnya, yang pasti kecamatan mana yang cepat mengusulkan dan memproses syarat-syarat yang telah ditentukan maka pihaknya siap melayani.
          Untuk persyaratan-persyaratan pembuatan sertifikat Prona, masyarakat harus mengisi formulir yang telah disiapkan pihak BPN beserta materai, selain itu harus melampirkan Foto Copy KTP, bukti pembayaran PBB, Alas Hak (surat keterangan tanah) dan surat pengantar dari kades/lurahsetempat, untuk lahan pertanian dibatasi 5 Ha, kalau tanah rumah hanya satu bidang/kapling, pembuatan/proses pembuatan sertifikat tersebut 97 hari bahkan lebih sampai 5 bulan.
Untuk membantu masyarakat kecil/miskin maka pemerintah mengeluarkan program Prona (program nasional). Dengan anggaran yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), BPN OKI selalu mengutamakan program tersebut guna untuk membantu masyarakat miskin.
“Setiap tahunnya kami selalu mencapai target 100 persen dan untuk warga transmigrasi syarat-syaratnya diurus di Disnakertrans untuk membantu proses pembuatan sertifikat itu semua gratis,” ujar Trisno. *(Mei)

UU RS Jamin Kepastian Hukum Penyelenggara dan Pengguna Rumah Sakit



 Era baru dunia rumah sakit telah tiba. Setelah sempat mengendap selama tiga tahun, rancangan tentang rumah sakit yang sudah siap sejak tahun 2006 dan diserahkan kepada Panitia Khusus RUU di Komisi IX DPR RI untuk dibahas pada 2008, akhirnya disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat RI menjadi Undang-Undang Rumah Sakit (UU No.44 Tahun 2009). Kini, Untuk pertama kalinya Indonesia mempunyai Undang-Undang Rumah Sakit. Sebuah undang - undang yang ditujukan untuk peningkatan pelayanan publik.
Yang menarik meski baru ditetapkan beberapa waktu lalu, ternyata beberapa rumah sakit di Bali seperti RSUP Sanglah, dan beberapa rumah sakit lainnya mengaku siap untuk menjalani peraturan yang tercantum dalam UU RS tersebut. Salah satunya dalam hal kesiapan penentuan pola tarif terutama kelas III yang nantinya akan ditetapkan oleh Pemerintah.
UU No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, mengatur pengelolaan dan penyelenggaraan rumah sakit, termasuk pola tarif rumah sakit dan penetapan besaran tarif perawatan kelas tiga di rumah sakit.
Pola tarif telah diatur pemerintah, ada standar minimumnya. Untuk kelas tiga, besaran tarifnya ditetapkan oleh pemerintah. Undang-undang, juga mewajibkan tenaga kesehatan memberikan informasi mengenai jenis tindakan pelayanan kesehatan yang diberikan beserta efek dan besaran biayanya.
Pengaturan pola tarif dan berbagai hal terkait pengelolaan dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan di rumah sakit ditujukan untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan kepada pasien dan pengelola rumah sakit.
Supaya ada kepastian hukum bagi pasien dan pengelola rumah sakit. Dan harapannya, ke depan pelayanan rumah sakit bisa lebih baik.
Dengan disahkannya Undang-Undang Rumah Sakit, terobosan baru dimana pemerintah bisa mengatur dan dapat lebih mengawasi seluruh rumah sakit termasuk rumah sakit swasta demi perlindungan kepada masyarakat. Dalam perundangan tersebut diatur hak dan kewajiban rumah sakit serta pasien. Kalau terjadi pelanggaran akan ada sanksinya.
Lebih rinci dalam perundangan itu disebutkan, pasien berhak memperoleh layanan yang manusiawai, adil, jujur dan tanpa diskriminasi. Pasien juga berhak mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan. Bahkan, menggugat dan menuntut rumah sakit apabila rumah sakit diduga memberikan pelayanan tidak sesuai standar, baik secara pidana maupun perdata. Termasuk, mengeluhkan pelayanan ruamh sakit yang tidak sesuai standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik.
Undang-Undang Rumah Sakit itu antara lain mengatur tentang persyaratan penyelenggaraan rumah sakit, pengklasifikasian rumah sakit, masalah perijinan, kewajiban dan hak pasien dalam hubungan hukum dengan rumah sakit serta kewajiban dan hak rumah sakit. Dan terpenting, ada aturan tentang perlindungan bagi pasien dan pengelola rumah sakit.
Terdapat 20 kewajiban rumah sakit dan diantaranya rumah sakit melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak mampu atau miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana alam, kejadian luar biasa atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan.
Kewajiban rumah sakit lainnya mulai dari memberikan informasi yang benar tentang rumah sakit kepada pasien, menghormati hak pasien dan melindungi para pekerja kesehatan di rumah sakit tersebut. Pelanggaran atas seluruh kewajiban tersebut dikenakan sanksi administratif mulai dari teguran, teguran tertulis atau denda hingga pencabutan izin rumah sakit.
Dalam perundangan tersebut, menteri menetapkan pola tarif nasional untuk rumah sakit pemerintah. Pola tarif nasional menjadi pedoman dasar yang berlaku secara nasional dalam pengaturan besaran tarif rumah sakit.
Undang-undang juga mengatur pengelolaan, penyelenggaraan, akreditasi, pembentukan jaringan dan pelaksanaan sistem rujukan di rumah sakit serta pola tarif dan pembiayaan pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Menurut undang-undang pemerintah bertanggungjawab menanggung pembiayaan pelayanan rumah sakit bagi fakir miskin dan kurang mampu. Dan kalau ada pelanggaran, akan ada sanksi pidananya baik pidana penjara maupun denda.
Pengaturan pola tarif akan dilakukan dengan memerhatikan kondisi sosial ekonomi masyarakat dan mutu pelayanan rumah sakit. "Tarif ditetapkan berdasarkan unit cost pembiayaan dalam satu pola tarif nasional. Ketentuan lebih lanjutnya akan diatur dalam peraturan pelaksanaan. Selama ini pola penetapan tarif terutama kelas III di RSUP Sanglah dari awal memang selalu melalui persetujuan pemerintah terlebih dahulu. "Sebagai rumah sakit rujukan pusat dalam menaikkan tarif kelas III kami usulkan proposal ke pemerintah dalam hal ini Dirjen atas nama Menkes Jika disetujui baru direalisasikan.
Dengan adanya peraturan penetapan tarif kelas III oleh pemerintah maka akan lebih menegaskan lagi apa yang harus dilakukan oleh pihak RS dalam hal penentuan harga. "Selama ini kami juga tidak pernah menaikkan tariff rumah sakit tanpa persetujuan pemerintah dalah hal ini Menteri Kesehatan.
Untuk penetapan tariff kelas II hingga VIP Dr. Lanang menjelaskan pola tarifnya ditentuka oleh Depkes dan Menteri Keuangan. Hitung-hitungannya sesuai dengan kemampuan masyarakat dan memperhatikan tariff rumah sakit di sekitar atau pesaing kita. Sebagai Rumah Sakit BLU dalam penentuan tariff tidak ada kewajiban untuk mencari untung.
Pengesahan undang-undang tentang rumah sakit tersebut akan memperkuat peraturan tentang penyelenggaraan rumah sakit yang selama ini sudah ada. Selama ini kan sudah diatur juga, cuma sekarang ini aturannya lebih kuat karena berupa undang-undang. Implikasinya terhadap rumah sakit apa saja saya belum bisa memberi penjelasan secara detail karena belum baca undang-undangnya.
Pola tarif rumah sakit sebelumnya ditetapkan berdasar unit pembiayaan dengan mempertimbangkan kemampuan finansial rumah sakit dan masyarakat serta jenis tindakan pelayanan yang diberikan. Tentang aturan pola tarif dalam undang-undang rumah sakit saya belum tahu karena belum baca undang-undangnya, jadi belum tahu juga implikasinya ke rumah sakit nanti seperti apa.
Penghapusan klasifikasi kelas pelayanan sebagai implementasi pemberlakuan UU Rumah Sakit tidak akan menghilangkan pendapatan rumah sakit milik pemerintah hingga di tingkat daerah. Sebab, meski hanya memiliki klasifikasi pelayanan kelas III, rumah sakit pemerintah tidak akan rugi, mengingat pasien yang dirawati dijamin melalui program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Melalui program Jamkesmas ini, segala bentuk pelayanan yang dilakukan akan ditanggung oleh masing- masing pemerintah. Artinya klaim rumah sakit pasti dibayar. Dihapuskannya pelayanan rumah sakit kelas I dan II semata- mata untuk memberi kepastian hukum pelayanan kesehatan yang menjadi hak dasar masyarakat. Rumah sakit pemerintah hingga di tingkat daerah sekalipun masih memiliki kesempatan untuk meningkatkan pendapatannya melalui pengadaan fasilitas tambahan yang mekanismenya diatur badan layanan umum (BLU), demikian beberapa pendapat yang disampaikan pemerhati kesehatan karena pelaksanaan klasifikasi kelas sebagaimana diatur dalam UU Rumah Sakit ini masih harus menunggu aturan pelaksananya, seperti Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) serta Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri), maka dengan demikian pihak pengelola rumah sakit pemerintah, masih memiliki waktu untuk mempersiapkan langkah-langkah yang harus diambil dengan penghapusan klasifikasi kelas ini. Bahkan penghapusan klasifikasi semacam ini sudah diterapkan di sejumlah negara maju, seperti Inggris dan Australia. Hal ini semata-mata merupakan bagian dari upaya untuk meningkatan kualitas pelayanan kesehatan. (Berbagai Sumber)

Atasi Kelangkaan Elpiji 3 Kg, Pemkab Pangandaran Harus Segera Miliki SPBE

PANGANDARAN, KMI - Dengan adanya keterkaitan, mahalnya Gas Elpiji di kabupaten Pangandaran dan maraknya harga penjualan gas elpiji 3 k...