Era baru dunia
rumah sakit telah tiba. Setelah sempat mengendap selama tiga tahun, rancangan
tentang rumah sakit yang sudah siap sejak tahun 2006 dan diserahkan kepada
Panitia Khusus RUU di Komisi IX DPR RI untuk dibahas pada 2008, akhirnya
disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat RI menjadi Undang-Undang Rumah Sakit (UU
No.44 Tahun 2009). Kini, Untuk pertama kalinya Indonesia mempunyai
Undang-Undang Rumah Sakit. Sebuah undang - undang yang ditujukan untuk
peningkatan pelayanan publik.
Yang menarik
meski baru ditetapkan beberapa waktu lalu, ternyata beberapa rumah sakit di
Bali seperti RSUP Sanglah, dan beberapa rumah sakit lainnya mengaku siap untuk
menjalani peraturan yang tercantum dalam UU RS tersebut. Salah satunya dalam
hal kesiapan penentuan pola tarif terutama kelas III yang nantinya akan
ditetapkan oleh Pemerintah.
UU No.44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit, mengatur pengelolaan dan penyelenggaraan rumah sakit,
termasuk pola tarif rumah sakit dan penetapan besaran tarif perawatan kelas
tiga di rumah sakit.
Pola tarif telah
diatur pemerintah, ada standar minimumnya. Untuk kelas tiga, besaran tarifnya
ditetapkan oleh pemerintah. Undang-undang, juga mewajibkan tenaga kesehatan
memberikan informasi mengenai jenis tindakan pelayanan kesehatan yang diberikan
beserta efek dan besaran biayanya.
Pengaturan pola
tarif dan berbagai hal terkait pengelolaan dan penyelenggaraan pelayanan
kesehatan di rumah sakit ditujukan untuk memberikan kepastian hukum dan
perlindungan kepada pasien dan pengelola rumah sakit.
Supaya ada
kepastian hukum bagi pasien dan pengelola rumah sakit. Dan harapannya, ke depan
pelayanan rumah sakit bisa lebih baik.
Dengan
disahkannya Undang-Undang Rumah Sakit, terobosan baru dimana pemerintah bisa
mengatur dan dapat lebih mengawasi seluruh rumah sakit termasuk rumah sakit
swasta demi perlindungan kepada masyarakat. Dalam perundangan tersebut diatur
hak dan kewajiban rumah sakit serta pasien. Kalau terjadi pelanggaran akan ada
sanksinya.
Lebih rinci
dalam perundangan itu disebutkan, pasien berhak memperoleh layanan yang
manusiawai, adil, jujur dan tanpa diskriminasi. Pasien juga berhak mengajukan
pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan. Bahkan, menggugat dan
menuntut rumah sakit apabila rumah sakit diduga memberikan pelayanan tidak
sesuai standar, baik secara pidana maupun perdata. Termasuk, mengeluhkan
pelayanan ruamh sakit yang tidak sesuai standar pelayanan melalui media cetak
dan elektronik.
Undang-Undang Rumah
Sakit itu antara lain mengatur tentang persyaratan penyelenggaraan rumah sakit,
pengklasifikasian rumah sakit, masalah perijinan, kewajiban dan hak pasien
dalam hubungan hukum dengan rumah sakit serta kewajiban dan hak rumah sakit. Dan
terpenting, ada aturan tentang perlindungan bagi pasien dan pengelola rumah
sakit.
Terdapat 20 kewajiban
rumah sakit dan diantaranya rumah sakit melaksanakan fungsi sosial antara lain
dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak mampu atau miskin, pelayanan
gawat darurat tanpa uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana alam,
kejadian luar biasa atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan.
Kewajiban rumah
sakit lainnya mulai dari memberikan informasi yang benar tentang rumah sakit
kepada pasien, menghormati hak pasien dan melindungi para pekerja kesehatan di
rumah sakit tersebut. Pelanggaran atas seluruh kewajiban tersebut dikenakan
sanksi administratif mulai dari teguran, teguran tertulis atau denda hingga
pencabutan izin rumah sakit.
Dalam
perundangan tersebut, menteri menetapkan pola tarif nasional untuk rumah sakit
pemerintah. Pola tarif nasional menjadi pedoman dasar yang berlaku secara
nasional dalam pengaturan besaran tarif rumah sakit.
Undang-undang
juga mengatur pengelolaan, penyelenggaraan, akreditasi, pembentukan jaringan
dan pelaksanaan sistem rujukan di rumah sakit serta pola tarif dan pembiayaan
pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Menurut
undang-undang pemerintah bertanggungjawab menanggung pembiayaan pelayanan rumah
sakit bagi fakir miskin dan kurang mampu. Dan kalau ada pelanggaran, akan ada
sanksi pidananya baik pidana penjara maupun denda.
Pengaturan pola
tarif akan dilakukan dengan memerhatikan kondisi sosial ekonomi masyarakat dan
mutu pelayanan rumah sakit. "Tarif ditetapkan berdasarkan unit cost
pembiayaan dalam satu pola tarif nasional. Ketentuan lebih lanjutnya akan
diatur dalam peraturan pelaksanaan. Selama ini pola penetapan tarif terutama
kelas III di RSUP Sanglah dari awal memang selalu melalui persetujuan pemerintah
terlebih dahulu. "Sebagai rumah sakit rujukan pusat dalam menaikkan tarif
kelas III kami usulkan proposal ke pemerintah dalam hal ini Dirjen atas nama
Menkes Jika disetujui baru direalisasikan.
Dengan adanya
peraturan penetapan tarif kelas III oleh pemerintah maka akan lebih menegaskan
lagi apa yang harus dilakukan oleh pihak RS dalam hal penentuan harga.
"Selama ini kami juga tidak pernah menaikkan tariff rumah sakit tanpa
persetujuan pemerintah dalah hal ini Menteri Kesehatan.
Untuk penetapan
tariff kelas II hingga VIP Dr. Lanang menjelaskan pola tarifnya ditentuka oleh
Depkes dan Menteri Keuangan. Hitung-hitungannya sesuai dengan kemampuan
masyarakat dan memperhatikan tariff rumah sakit di sekitar atau pesaing kita.
Sebagai Rumah Sakit BLU dalam penentuan tariff tidak ada kewajiban untuk
mencari untung.
Pengesahan
undang-undang tentang rumah sakit tersebut akan memperkuat peraturan tentang
penyelenggaraan rumah sakit yang selama ini sudah ada. Selama ini kan sudah
diatur juga, cuma sekarang ini aturannya lebih kuat karena berupa
undang-undang. Implikasinya terhadap rumah sakit apa saja saya belum bisa
memberi penjelasan secara detail karena belum baca undang-undangnya.
Pola tarif rumah
sakit sebelumnya ditetapkan berdasar unit pembiayaan dengan mempertimbangkan
kemampuan finansial rumah sakit dan masyarakat serta jenis tindakan pelayanan
yang diberikan. Tentang aturan pola tarif dalam undang-undang rumah sakit saya
belum tahu karena belum baca undang-undangnya, jadi belum tahu juga
implikasinya ke rumah sakit nanti seperti apa.
Penghapusan
klasifikasi kelas pelayanan sebagai implementasi pemberlakuan UU Rumah Sakit
tidak akan menghilangkan pendapatan rumah sakit milik pemerintah hingga di
tingkat daerah. Sebab, meski hanya memiliki klasifikasi pelayanan kelas III,
rumah sakit pemerintah tidak akan rugi, mengingat pasien yang dirawati dijamin
melalui program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Melalui program
Jamkesmas ini, segala bentuk pelayanan yang dilakukan akan ditanggung oleh
masing- masing pemerintah. Artinya klaim rumah sakit pasti dibayar.
Dihapuskannya pelayanan rumah sakit kelas I dan II semata- mata untuk memberi
kepastian hukum pelayanan kesehatan yang menjadi hak dasar masyarakat. Rumah
sakit pemerintah hingga di tingkat daerah sekalipun masih memiliki kesempatan
untuk meningkatkan pendapatannya melalui pengadaan fasilitas tambahan yang
mekanismenya diatur badan layanan umum (BLU), demikian beberapa pendapat yang
disampaikan pemerhati kesehatan karena pelaksanaan klasifikasi kelas sebagaimana
diatur dalam UU Rumah Sakit ini masih harus menunggu aturan pelaksananya,
seperti Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes)
serta Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri), maka dengan demikian pihak
pengelola rumah sakit pemerintah, masih memiliki waktu untuk mempersiapkan
langkah-langkah yang harus diambil dengan penghapusan klasifikasi kelas ini.
Bahkan penghapusan klasifikasi semacam ini sudah diterapkan di sejumlah negara
maju, seperti Inggris dan Australia. Hal ini semata-mata merupakan bagian dari
upaya untuk meningkatan kualitas pelayanan kesehatan. (Berbagai Sumber)