Pejabat Dinas Terkait Terkesan Menutup Diri
Sumedang,
KMI – Tak terhitung kerugian ekonomi dan waktu yang harus ditanggung warga masyarakat
akibat kerusakan yang dialami ruas jalan nasional yang menghubungkan Kota
Bandung - Sumedang - Cirebon. Padahal semua sudah paham, jalan adalah urat nadi
yang paling fundamental untuk perputaran roda perekonomian suatu bangsa. Jika urat
nadi tersumbat, tubuh pun akan tidak berfungsi, dan bila jalan tersendat perekonomian
akan mati suri.
Jeritan
masyarakat dan pelaku dunia usaha, terkait kondisi kerusahan ruas jalan poros tengah
ini, seakan tidak pernah dapat teratasi. Penanganan tambal sulam yang dilakukan
selama ini cenderung tidak mengurai permasalahan yang ada.
Irpan
(25 th) warga Sumedang Selatan, Mahasiswa Fakultas Hukum Semester Akhir di
salah satu Universitas ternama di Jawa Barat ini mengatakan, kekhawatiran masyarakat
pengguna ruas jalan nasional poros tengah ini bukan saja karena jalan rusak dan
berlubang, tetapi lebih dihantui oleh dinding-dinding tebing di sisi jalan yang
rawan longsor, ditambah lagi dengan sebagian kondisi bahu jalan yang terjal karena
tidak ditimbun dengan tanah atau sirtu, terlebih lagi jika hujan turun,
permukaan badan jalan dan permukaan bahu jalan tidak dapat dibedakan karena genangan
air akibat sebagian saluran pembuangan (drainase) tidak dapat berfungsi secara maksimal,
hal inilah yang membuat ruas jalur ini ibarat neraka bagi pengguna jalan,” tuturnya.
Dikatakan,
ironisnya walau sudah sangat sering terjadi kecelakaan akibat kondisi jalan rusak
yang merenggut korban nyawa, namun pejabat pelaksana jalan nasional yang
menangani jalur Tanjungsari - Sumedang - Cirebon ini tidak bergeming mengatasi masalah
kerusakan jalan ini. Bahkan terkesan menutup diri, tidak peduli dengan jeritan,
teriakan, maupun tangisan warga masyarakat khususnya pengguna jalan. Hal inilah
yang patut ditinjau kembali oleh Direktorat Jenderal (Dirjen) Bina Marga Kementerian
PU Perumahan Rakyat, tentang kebijakan-kebijakan baik mengenai penggunaan dana anggaran,
maupun penempatan pejabat-pejabat jajarannya yang ditempatkan di daerah wilayah
masing-masing,” tandasnya.
Di
tempat dan waktu yang berbeda, aktivis LSM P2KM Parlan Bakara, kepada KMI mengatakan,
masyarakat pengguna jalan yang mengalami
kecelakaan lalulalulintas akibat jalan rusak dapat mengajukan tuntutan terhadap
para pejabat yang bersangkutan, mengingat ketentuan mengenai kemungkinan menuntut
pidana para pejabat tersebut, telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2009 tentang LaluLintas dan Angkutan Jalan Raya, Pasal 273 ayat (1) menjelaskan
semua penyelenggara jalan yang tidak segera dan patut memperbaiki jalan yang
rusak yang mengakibatkan kecelakaan lalulintas, sehingga menimbulkan korban luka
ringat dan atau kerusakan kendaraan bisa diancam pidana 6 bulan dan denda Rp120
juta,” tuturnya.
Parlan
Bakara menambahkan, sukses atau gagalnya seorang pejabat pemerintah yang ada di
daerah maupun yang ada di pusat dalam hal ini mengenai jalan dan infrastruktur lainnya
dapat diukur dari indikator kasat mata kemampuan pejabat tersebut melaksanakan tugasnya
dengan baik dan mampu menyuguhkan prestasi-prestasi gemilang terhadap masyarakat,
inilah yang perlu kita renungkan bersama-sama.*(Dedy E/KMI)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar