Jakarta,KMI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
memandang momen 21 April yang diperingati sebagai Hari Kartini, memiliki makna
yang penting. Sebab, perempuan memiliki peran sentral dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Untuk itu,
agar peran perempuan lebih optimal, KPK meluncurkan Gerakan “Saya, Perempuan
Anti Korupsi” pada Selasa 22 April 2014 di Gedung KPK, Jakarta. Dalam
kesempatan ini, akan dihadiri oleh Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas, dan empat
pembicara perempuan. Antara lain Editor in Chief Femina, Petty S. Fatimah;
perwakilan ibu Indonesia, Mutia Hatta; Perwakilan Pimpinan Organisasi
Perempuan, Yuyun; dan Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Dian Kartika Sari.
Gerakan ini
dilakukan karena KPK menyadari bahwa upaya pencegahan korupsi bisa dilakukan
semua kekuatan bangsa. Salah satunya, para perempuan Indonesia, baik melalui
perannya sebagai ibu dan sebagai istri maupun perannya dalam organisasi wanita
atau perannya sebagai profesional.
Sebagai
istri dan ibu, perempuan adalah tokoh sentral dalam keluarga yang memberi andil
sangat besar terhadap arah perkembangan keluarga. Anak-anak bertumbuh-kembang
dalam pangkuan seorang ibu. Dari sini, penanaman nilai-nilai kebaikan, termasuk
di dalamnya nilai kejujuran dan anti korupsi, disemai sejak dini oleh seorang
ibu. Hal ini sejalan sebagaimana pesan yang diungkapkan RA Kartini, “Di
pangkuan perempuanlah seseorang mulai belajar merasa, berpikir dan
berkata-kata.”
Baseline
study Pembangunan Budaya Anti Korupsi Berbasis Keluarga yang dilakukan KPK pada
tahun 2012-2013 di Yogyakarta dan Solo menunjukkan bahwa ibu memiliki peran
dominan dalam keluarga, terutama dalam penanaman/pendidikan nilai dan
pembentukan karakter keluarga. Salah satunya adalah nilai kejujuran, nilai yang
bisa menghancurkan korupsi.
Hasil studi
ini diperkuat fakta bahwa lebih dari 93 persen korupsi dilakukan laki-laki.
Perempuan dianggap sebagai agen pencegahan korupsi yang luar biasa, karena
memiliki standar perilaku etis dan kepedulian pada kepentingan umum yang lebih
tinggi. Hasil ini sejalan dengan teori psikologi dan sosiologi tentang
penyimpangan yang menyatakan bahwa perempuan memang memiliki kecenderungan
lebih taat aturan daripada laki-laki.
KPK
berkeyakinan, korupsi bisa diberantas apabila para perempuan Indonesia bersatu
dalam upaya pendidikan antikorupsi dan melakukan empat poin dalam resolusi
“Perempuan Lawan Korupsi”, yakni:
Pendidikan
antikorupsi dan gerakan bersama untuk membangkitkan kesadaran kritis akan nilai-nilai
kebenaran, kejujuran, integritas, transparansi dan akuntabilitas.
Membangun
dan memperkuat gerakan pengawasan (watchdog) terhadap korupsi di semua
tingkatan.
Memperkuat
gerakan perempuan di tingkat organisasi akar rumput dan gerakan komunitas sebagai
kelompok strategis dalam melawan korupsi.
Mendorong
dan berperan aktif dalam perubahan struktur di semua tingkatan, mulai dari
keluarga, sekolah, lembaga publik, lembaga swasta/korporasi dan pemerintahan
demi terwujudnya sharing kekuasaan, keterbukaan dan kebebasan informasi serta
partisipasi dalam pengambilan keputusan.* (Humas KPK/HaN).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar