Oleh : Hans Nainggolan
KONDISI Perekonomian sedang mengalami kelesuan dibeberapa
negara, termasuk di negara Republik Indonesia yang oleh seluruh warganya
diklaim sebagai negara yang kaya, dibeberapa lagu yang dibawakan oleh para
seniman bahwa negeri ini merupakan kolam susu dan madu. Namun harus mengalami krisis effek
domino dari kejatuhan ekonomi Amerika
dan disusul oleh Eropa. Asia masih bisa bertahan, karena Asia sudah lebih dulu
jatuh pada krisis ekonomi tahun 1998 dan ketika Asia mengalami pemulihan negara
Eropa dan Amerika baru mulai pelemahan ekonominya.
Fenomena ini bisa di ibaratkan sebuah
iring-iringan mobil yang melaju melewati bukit, mobil pertama pasti naik lebih
dahulu dan pastinya turun lebih dahulu. Ini bisa dibayangkan ketika awal tahun
1990 semua rakyat Indonesia merasakan nikmatnya hidup di negara ini, semua
serba mudah dan berkecukupan. Tetapi awal tahun 1998 dimulai dari Thailand dan
berimbas ke negara lainnya termasuk Indonesia mengalami guncangan ekonomi yang
dahsyat.
Tahun 1998 Thailand merupakan sebuah
negara yang kacau dibidang ekonomi. Mulai dari jalanan yang semrawut karena
tidak adanya penanganan pembangunan infrasruktur jalan dan kelesuan ekonomi
terjadi dimana-mana. Tetapi sekitar tahun 2010 suasana yang terjadi jauh
berbeda, mulai dari bandara yang dahulu kumuh (Don Muang) sudah berubah menjadi
bandara kelas dunia (Swarna bhumi), jalan raya yang pada tahun 1998 sudah
berubah menjadi dua kali lipat lebarnya.
Begitu pula pusat perbelanjaan dan pusat-pusat ekonomi.
Di Indonesia situasi yang terjadi
bertolak belakang, dari tahun 1998 boleh dibilang tidak ada perubahan apa-apa,
malahan mengalami kemunduran yang sangat jauh. Ketika suatu waktu beberapa turis
dari negeri China yang diminta
komentarnya terhadap perkembangan perekonomian di Indonesia mengatakan, bahwa dia pernah datang ke Indonesia tahun
1985 saat itu negara ini kumuh sekali, dan sewaktu datang ke Jakarta dan
mengunjungi jalan MH Thamrin dirinya sangat terkesima dan takjub dengan
banyaknya gedung pencakar langit dan memuji Indonesia, tetapi ketika pada tahun
2005 dia datang lagi ke Indonesia dia mengatakan,” mengapa gedungnya masih sama
dan tidak ada perubahan sama sekali, sedangkan di negaranya di negeri China gedungnya
sudah jauh lebih tinggi dan lebih banyak hampir puluhan kali lipat,”.
Komentar turis ini membuat suasana
yang miris, bilamana dianalisa kejadian diatas dapat disimpulkan bahwa banyak
uang yang telah tercecer masuk ke dalam kantong para pejabat ini bisa
dibuktikan dengan banyaknya pejabat yang telah ditangkap Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK).
Agaknya situasi melemahnya
perekonomian bangsa ini belum menarik perhatian KPK untuk ditelusuri, kejanggalan
yang terjadi semestinya harus ditindak lanjuti pihak penegak hukum seperti Polri,
Kejaksaan, ataupun KPK untuk membidik BANK INDONESIA disamping kasus yang
berkembang saat ini seperti Bail out Bank Century. Dalam kasus ini juga yang
dicecar hanyalah karena adanya kesalahan prosedur penerbitan FPJP (Fasilitas
Pinjaman Jangka Pendek) yang akhirnya dirampok pemilik Bank Century sendiri
seperti pernyataan mantan Wakil Presiden Yusuf Kalla.
Pihak berwenang seharusnya mengungkap
dugaan korupsi besar-besaran yang
mungkin terjadi, karena sudah menjadi rahasia umum bahwa BI ibarat “Negara dalam Negara”. Diduga banyak
korupsi yang terjadi dalam “Negara” tersebut yang tidak dapat diungkap karena
modus mereka sangat rapih dan hampir semua penyidik di negara ini tidak paham
dan tidak tahu menahu mengenai ekonomi.
Kejanggalan yang paling mencolok dan
harus mengundang perhatian yang terjadi saat ini ketika dollar mencapai Rp
11.700,- BI selaku lembaga pengontrol mata uang tidak bisa berbuat apa-apa
dengan pelemahan yang terjadi.
Alasannya selalu tidak masuk akal,
contoh seperti Deputi Gubernur BI Darmin Nasution yang menyatakan bahwa
pelemahan ini akibat imbas dari pelemahan dolar Amerika dan negara lain pun
mengalami hal yang sama.
Statement Darmin Nasution ini, bila
dianalisa dan di Investigasi mendalam akan didapat fakta yang mengejutkan seperti
:
1.
Rupee
(India) pada Januari 2013 dengan posisi 59,725 sedangkan pada Oktober 2013 pada
posisi 62,720 hanya melemah 3,5296 atau Rp 651,317 saja ( dengan kurs 1 Rupee = 184,53 rupiah ).
2.
Bath
(Thailand) pada Januari 2013 dengan posisi 29,725 sedangkan pada Oktober 2013
pada posisi 31,100 hanya melemah 1,375 atau Rp 505,611 saja ( dengan kurs 1 Bath
= 367,778 rupiah).
3.
Peso
(Philippina) pada Januari 2013 dengan posisi 40,329 sedangkan pada Oktober 2013
pada posisi 43,100 hanya melemah 2,771 atau Rp 737,793 saja (dengan kurs 1 Peso
= 265,979 rupiah).
4.
Sedangkan
negara lain seperti Malaysia, Singapura, Korea, Hongkong/China, Jepang,
Australia tidak berubah malahan sebagian ada yang menguat.
5.
Rupiah
pada Januari 2013 pada posisi Rp 9600,- sedangkan pada Oktober 2013 Rp 11.500,-
melemah Rp 1.900,-
Dapat dibayangkan Indonesia melemah
sekitar 4 (empat) kali lipat dari negara lain, situasi ini patut dicurigai indikasi
penggelapan devisa yang dilakukan pihak BI dengan cara sengaja melemahkan mata
uang rupiah, sehingga devisa negeri ini menjadi tersedot (mengecil).
Mengapa begitu ? karena dapat
disimpulkan, bahwa bilamana dollar Amerika sebagai mata uang patokan yang ada
saat ini maka semua pergerakan mata uang pasti berkiblat pada dollar Amerika
tersebut.Adanya shut down atau
pernyataan bangkrut dari Amerika dan menyebabkan mata uang dolar melemah
semestinya rupiah akan menguat, namun yang terjadi adalah rupiah melemah
mengikuti dolar Amerika.
Anehnya, disaat dolar Amerika
menguat, rupiah tetap melemah. Hal ini membuat bingung pelaku pasar karena
sebenarnya rupiah ini mengikuti trend yang mana dan mengapa tidak pernah
menguat ?. Sehingga timbul kecurigaan dan dugaan dari pelaku pasar bilamana BI
melakukan permainan-permainan yang tujuannya untuk menguntungkan kelompoknya.
Kecurigaan kedua adalah mengenai anak
usaha BI yaitu PERURI yang membidangi percetakan uang. Dalam kinerja Peruri ditemukan
fakta bahwa uang kertas rupiah sengaja dibuat tipis, sehingga lebih cepat
rusak, dapat ditebak bila cepat rusak maka akan dimusnahkan dan dibuat yang
baru.
Tidak jelas mekanisme yang dilakukan
pihak Peruri menjalankan sistem ini, diduga ada permainan tender pengadaan
kertas, tinta dan lainnya sehingga bisa menjadi proyek seumur hidup. Bila
diadakan pembuktian terbalik dapat disimpulkan bahwa pada sekitar tahun 1999
pasti seluruh rakyat Indonesia mengingat pernah ada uang pecahan Rp 100.000,-
dalam bentuk plastik.
Pecahan uang Rp 100.000,- dari bahan
plastik ini sangat jarang terlihat dalam keadaan lusuh, semua pasti dalam
keadaan baik. Tetapi anehnya uang yang dalam kondisi yang baik tersebut malah
dimusnahkan.
Ada kabar burung yang menyebutkan
uang tersebut dimiliki oleh salah satu calon Presiden waktu itu tersimpan dalam beberapa kontainer dan
supaya tidak bisa digunakan maka dimusnahkan. Ini sangat tidak masuk akal
karena apa salahnya bila dimiliki orang lain dalam jumlah banyak ? dan bilamana
dimiliki secara illegal dapat diselidiki dan ditangkap orang tersebut, dan
menurut penulis uang sebanyak itu apalagi tersimpan dalam beberapa kontainer
sangat mustahil bila tidak tercium dan terlacak. Menurut kami ini hanyalah
akalan sebagian orang saja untuk menutupi kejahatannya. [*]