Keadaan ini
tidak serta merta terjadi, demam batu mulai melanda Bengkulu setelah salah
seorang pecinta batu asal Bengkulu mengikutsertakan batu cincin kesayangannya
dalam sebuah kontes batu akik di Jakarta, dan berhasil memenangkan kontes
dengan batunya yang diberi nama “Red Raflesia”, bahkan batu cincin
kesayangannya ini sudah ditawar 200an juta rupiah.
Keberhasilannya
dalam kontes itu, langsung menarik minat para kolektor untuk mendapatkan Batu
Red Raflesia Bengkulu yang juga tergolong kedalam batu mulia. Para kolektor
berbondong-bondong mencari Bongkahan batu Bumi Raflesia yang unik dan indah,
tak tanggung-tanggung para kolektor ini siap menukarkan 1 bongkahan batu dengan
uang 1 sampai dengan 5 juta rupiah dalam setiap kilogramnya.
Hal ini
memberikan nuansa baru bagi kehidupan perekonomian masyarakat bengkulu, banyak
dari mereka yang menggunakan moment ini untuk menjadi penambang, penjual batu,
bahkan pengrajin batu cincin.
Wabah demam batu
ini mengakibatkan hampir setiap masyarakat bengkulu menghiasi jarinya dengan
batu cincin, dan wabah ini tidak hanya menyerang pria dewasa saja, tetapi juga kaum hawa dan
anak-anak. Sekarang satu buah batu cincin Red Raflesia, harus ditukar dengan
uang jutaan rupiah tergantung dengan kadar dan keindahannya.
Bahkan di Bumi
Raflesia ini sudah ada lelucon yang menyatakan perbedaan antara manusia dengan
monyet. Jawabannya tidak lain adalah kalo manusia menggunakan cincin, kalo
monyet tidak menggunakan cincin. Bagaimana dengan anda? (JA)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar