Kamis, 25 Mei 2017

Diduga Rugikan Negara Ratusan Milyar Rupiah, Pajak Fiktif Libatkan Perusahan Besar di Bandung ?



-     
     KPP Madya Bandung Mengaku Tidak Memilii Kewenangan
Bandung, KMI –PT IAS dan PT AS, 2 perusahaan rajut diduga bermasalah dengan pajak. Kedua perusahaan ini yang berhubungan dengan beberapa perusahaan tekstil besar di Bandung, Cimahi, Bekasi, Karawang, dan daerah lainnya disinyalir terlibat dengan pajak fiktif sehingga negara dirugikan hingga ratusan milyar rupiah.
Dugaan pajak fiktif ini, informasinya sedang didalami oleh pihak Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak dengan melakukan Buper (Penyelidikan,red) termasuk terhadap perusahaan-perusahaan besar yang diduga berhubungan dengan kedua perusahaan ini.
Informasi yang dihimpun Modus Investigasi dilapangan, kedua perusahaan ini aktif membeli benang rajut dari perusahaan-perusahaan besar di beberapa daerah di Jawa Barat, pajak penjualan dan pembelian benang rajut ini oleh kedua belah pihak diselewengkan dengan merekayasa pembayaran pajak yang bersifat manipulatif kepada negara, sementara restitusi pengembalian sangat besar sehingga merugikan negara.
Sumber kepada Modus Investigasi mengatakan, Buper atau penyelidikan yang dilakukan oleh pihak Dirjen Pajak meliputi dugaan pajak bermasalah yang menjurus fiktif pada tahun 2016 dan tahun 2017, sementara kedua perusahaan ini disinyalir sudah memainkan modus permainan pajak ini dari mulai tahun 2014. Sehingga kalau dikalkulasi kerugian negara dari tahun 2014, bisa diprediksi bahwa kerugian negara sangat besar.
Dikatakan oleh sumber ini, sangat disayangkan Kantor Pelayanan Pajak  (KPP) Madya Bandung yang berhubungan dan secra rutin memeriksa kedua perusahaan ini tidak mampu mendeteksi dugaan kenakalan wajib pajak yang diduga merugikan negara hingga ratusan milyar rupiah.
“KPP Madya Bandung harus bertanggung jawab juga bila terbukti negara dirugikan hingga ratusan milyar rupiah akibat kenakalan perusahaan wajib pajak yang secara rutin diawasi, diperiksa, dan berhubungan. Pihak Dirjen Pajak harus memeriksa juga pihak KPP Madya Bandung,” tandas Sumber ini.
Menurutnya, sangat tidak masuk akal dan tidak professional bila pihak KPP Madya Bandung tidak mampu mendeteksi para wajib pajak yang diawasi dan diperiksa secara rutin. Pihak KPP Madya Bandung jangan hanya menunggu harus proaktif turun ke lapangan dan harus mengetahui serta mengenal wajib pajak secara detai.
Modus Investigasi yang minta tanggapan kepada KPP Madya Bandung melalui surat konfirmasi nomor : 10/Red-KMI/K/IV/2017 untuk objektifitas pemberitaan, melalui suratnya nomor : S-5600/WPJ.09/KP.11/2017 tertanggal 19 April 2017 yang ditandatangani Kepala Kantor, Muhsinin dijelaskan berdasarkan Pasal 43A ayat (1) UU no. 28 tahun 2007, dinyatakan bahwa Direktur Jenderal Pajak berdasarkan informasi,data,laporan, dan pengaduan berwenang melakukan pemeriksaan bukti permulaan sebelum dilakukan penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan.
Diatur dalam pasal 44 bahwa penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik tindak pidana dibidang perpajakan.
KPP Madya Bandung dalam melakukan pemeriksaan berdasarkan standar audit dan melakukan langkah-langkah dalam program audit. Dalam hal ditemukan indikasi tindak pidana perpajakan, maka dilakukan pemeriksaan bukti permulaan sebelum dimulainya penyidikan yang kewenangannya dilakukan oleh pemeriksa kantor wilayah atau kantor pusat DJP. Selanjutnya dilakukan penyidikan oleh penyidik di kantor wilayah atau kantor DJP. Pemeriksaan KPP Madya Bandung tidak mempunyai kewenangan tersebut.
Diatur dalam pasal 8 ayat 3 bahwa walaupun telah dilakukan tindakan pemeriksaan, tetapi belum dilakukan tindakan penyidikan mengenai adanya ketidak benaran yang dilakukan wajib pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 38, terhadap ketidak benaran perbuatan wajib pajak tersebut tidak akan dilakukan penyidikan, apabila wajib pajak dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya tersebut dengan disertai pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar 150% ( Seratus lima puluh persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar. Dengan demikian jelas bahwa meskipun telah dilakukan pemeriksaan tetap ada kemungkinan adanya ketidakbenaran yang dilakukan wajib pajak.
Sesuai dengan UU nomor 11 tahun 2016 tentang pengampunan pajak, bahwa setiap wajib pajak berhak mendapatkan pengampunan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada wajib pajak melalui pengungkapan harta yang dimilikinya dalam surat pernyataan. Bahwa yang dimaksud pengampunan pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana dibidang perpajakan, dengan cara mengungkap harta dan membayar uang tebusan sebagaimana diatur dalam UU ini. Dengan demikian, dalam hal wajib pajak telah mengikuti pengampunan pajak, maka wajib pajak akan mendapatkan fasilitas dalam UU pengampunan. *(A-001/KMI)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Atasi Kelangkaan Elpiji 3 Kg, Pemkab Pangandaran Harus Segera Miliki SPBE

PANGANDARAN, KMI - Dengan adanya keterkaitan, mahalnya Gas Elpiji di kabupaten Pangandaran dan maraknya harga penjualan gas elpiji 3 k...