Jumat, 13 Desember 2013

Devisa Negara & Bank Indonesia



                                              Oleh : Hans Nainggolan
KONDISI Perekonomian sedang mengalami kelesuan dibeberapa negara, termasuk di negara Republik Indonesia yang oleh seluruh warganya diklaim sebagai negara yang kaya, dibeberapa lagu yang dibawakan oleh para seniman bahwa negeri ini merupakan kolam susu dan madu. Namun harus mengalami krisis effek domino dari kejatuhan ekonomi  Amerika dan disusul oleh Eropa. Asia masih bisa bertahan, karena Asia sudah lebih dulu jatuh pada krisis ekonomi tahun 1998 dan ketika Asia mengalami pemulihan negara Eropa dan Amerika baru mulai pelemahan ekonominya.
Fenomena ini bisa di ibaratkan sebuah iring-iringan mobil yang melaju melewati bukit, mobil pertama pasti naik lebih dahulu dan pastinya turun lebih dahulu. Ini bisa dibayangkan ketika awal tahun 1990 semua rakyat Indonesia merasakan nikmatnya hidup di negara ini, semua serba mudah dan berkecukupan. Tetapi awal tahun 1998 dimulai dari Thailand dan berimbas ke negara lainnya termasuk Indonesia mengalami guncangan ekonomi yang dahsyat.
Tahun 1998 Thailand merupakan sebuah negara yang kacau dibidang ekonomi. Mulai dari jalanan yang semrawut karena tidak adanya penanganan pembangunan infrasruktur jalan dan kelesuan ekonomi terjadi dimana-mana. Tetapi sekitar tahun 2010 suasana yang terjadi jauh berbeda, mulai dari bandara yang dahulu kumuh (Don Muang) sudah berubah menjadi bandara kelas dunia (Swarna bhumi), jalan raya yang pada tahun 1998 sudah berubah menjadi  dua kali lipat lebarnya. Begitu pula pusat perbelanjaan dan pusat-pusat ekonomi.
Di Indonesia situasi yang terjadi bertolak belakang, dari tahun 1998 boleh dibilang tidak ada perubahan apa-apa, malahan mengalami kemunduran yang sangat jauh. Ketika suatu waktu beberapa turis dari negeri  China yang diminta komentarnya terhadap perkembangan perekonomian di Indonesia mengatakan,  bahwa dia pernah datang ke Indonesia tahun 1985 saat itu negara ini kumuh sekali, dan sewaktu datang ke Jakarta dan mengunjungi jalan MH Thamrin dirinya sangat terkesima dan takjub dengan banyaknya gedung pencakar langit dan memuji Indonesia, tetapi ketika pada tahun 2005 dia datang lagi ke Indonesia dia mengatakan,” mengapa gedungnya masih sama dan tidak ada perubahan sama sekali, sedangkan di negaranya di negeri China gedungnya sudah jauh lebih tinggi dan lebih banyak hampir puluhan kali lipat,”.
Komentar turis ini membuat suasana yang miris, bilamana dianalisa kejadian diatas dapat disimpulkan bahwa banyak uang yang telah tercecer masuk ke dalam kantong para pejabat ini bisa dibuktikan dengan banyaknya pejabat yang telah ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Agaknya situasi melemahnya perekonomian bangsa ini belum menarik perhatian KPK untuk ditelusuri, kejanggalan yang terjadi semestinya harus ditindak lanjuti pihak penegak hukum seperti Polri, Kejaksaan, ataupun KPK untuk membidik BANK INDONESIA disamping kasus yang berkembang saat ini seperti Bail out Bank Century. Dalam kasus ini juga yang dicecar hanyalah karena adanya kesalahan prosedur penerbitan FPJP (Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek) yang akhirnya dirampok pemilik Bank Century sendiri seperti pernyataan mantan Wakil Presiden Yusuf Kalla.
Pihak berwenang seharusnya mengungkap dugaan  korupsi besar-besaran yang mungkin terjadi, karena sudah menjadi rahasia umum bahwa BI  ibarat “Negara dalam Negara”. Diduga banyak korupsi yang terjadi dalam “Negara” tersebut yang tidak dapat diungkap karena modus mereka sangat rapih dan hampir semua penyidik di negara ini tidak paham dan tidak tahu menahu mengenai ekonomi.
Kejanggalan yang paling mencolok dan harus mengundang perhatian yang terjadi saat ini ketika dollar mencapai Rp 11.700,- BI selaku lembaga pengontrol mata uang tidak bisa berbuat apa-apa dengan pelemahan yang terjadi.
Alasannya selalu tidak masuk akal, contoh seperti Deputi Gubernur BI Darmin Nasution yang menyatakan bahwa pelemahan ini akibat imbas dari pelemahan dolar Amerika dan negara lain pun mengalami hal yang sama.
Statement Darmin Nasution ini, bila dianalisa dan di Investigasi mendalam akan didapat fakta yang mengejutkan seperti  :
1.      Rupee (India) pada Januari 2013 dengan posisi 59,725 sedangkan pada Oktober 2013 pada posisi 62,720 hanya melemah 3,5296 atau Rp 651,317 saja ( dengan kurs  1 Rupee = 184,53 rupiah ).
2.      Bath (Thailand) pada Januari 2013 dengan posisi 29,725 sedangkan pada Oktober 2013 pada posisi 31,100 hanya melemah 1,375 atau Rp 505,611 saja ( dengan kurs 1 Bath = 367,778 rupiah).
3.      Peso (Philippina) pada Januari 2013 dengan posisi 40,329 sedangkan pada Oktober 2013 pada posisi 43,100 hanya melemah 2,771 atau Rp 737,793 saja (dengan kurs 1 Peso = 265,979 rupiah).
4.      Sedangkan negara lain seperti Malaysia, Singapura, Korea, Hongkong/China, Jepang, Australia tidak berubah malahan sebagian ada yang menguat.
5.      Rupiah pada Januari 2013 pada posisi Rp 9600,- sedangkan pada Oktober 2013 Rp 11.500,- melemah Rp 1.900,-
Dapat dibayangkan Indonesia melemah sekitar 4 (empat) kali lipat dari negara lain, situasi ini patut dicurigai indikasi penggelapan devisa yang dilakukan pihak BI dengan cara sengaja melemahkan mata uang rupiah, sehingga devisa negeri ini menjadi tersedot (mengecil).
Mengapa begitu ? karena dapat disimpulkan, bahwa bilamana dollar Amerika sebagai mata uang patokan yang ada saat ini maka semua pergerakan mata uang pasti berkiblat pada dollar Amerika tersebut.Adanya shut down atau pernyataan bangkrut dari Amerika dan menyebabkan mata uang dolar melemah semestinya rupiah akan menguat, namun yang terjadi adalah rupiah melemah mengikuti dolar Amerika.
Anehnya, disaat dolar Amerika menguat, rupiah tetap melemah. Hal ini membuat bingung pelaku pasar karena sebenarnya rupiah ini mengikuti trend yang mana dan mengapa tidak pernah menguat ?. Sehingga timbul kecurigaan dan dugaan dari pelaku pasar bilamana BI melakukan permainan-permainan yang tujuannya untuk menguntungkan kelompoknya.
Kecurigaan kedua adalah mengenai anak usaha BI yaitu PERURI yang membidangi percetakan uang. Dalam kinerja Peruri ditemukan fakta bahwa uang kertas rupiah sengaja dibuat tipis, sehingga lebih cepat rusak, dapat ditebak bila cepat rusak maka akan dimusnahkan dan dibuat yang baru.
Tidak jelas mekanisme yang dilakukan pihak Peruri menjalankan sistem ini, diduga ada permainan tender pengadaan kertas, tinta dan lainnya sehingga bisa menjadi proyek seumur hidup. Bila diadakan pembuktian terbalik dapat disimpulkan bahwa pada sekitar tahun 1999 pasti seluruh rakyat Indonesia mengingat pernah ada uang pecahan Rp 100.000,- dalam bentuk plastik.
Pecahan uang Rp 100.000,- dari bahan plastik ini sangat jarang terlihat dalam keadaan lusuh, semua pasti dalam keadaan baik. Tetapi anehnya uang yang dalam kondisi yang baik tersebut malah dimusnahkan.
Ada kabar burung yang menyebutkan uang tersebut dimiliki oleh salah satu calon Presiden waktu  itu tersimpan dalam beberapa kontainer dan supaya tidak bisa digunakan maka dimusnahkan. Ini sangat tidak masuk akal karena apa salahnya bila dimiliki orang lain dalam jumlah banyak ? dan bilamana dimiliki secara illegal dapat diselidiki dan ditangkap orang tersebut, dan menurut penulis uang sebanyak itu apalagi tersimpan dalam beberapa kontainer sangat mustahil bila tidak tercium dan terlacak. Menurut kami ini hanyalah akalan sebagian orang saja untuk menutupi kejahatannya. [*]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Atasi Kelangkaan Elpiji 3 Kg, Pemkab Pangandaran Harus Segera Miliki SPBE

PANGANDARAN, KMI - Dengan adanya keterkaitan, mahalnya Gas Elpiji di kabupaten Pangandaran dan maraknya harga penjualan gas elpiji 3 k...