Bogor, KMI - Kelestarian Kebun Raya Bogor (KRB)
mulai terganggu setelah pembangunan disekitar paru-paru kota tersebut tidak
terkendali berdampak sumber air tanah berkurang. Gejalanya dedaunan berbagai
tanaman langka dan rerumputan yang memenuhi KRB cepat kering dan rontok.
Menurut
berbagai kalangan, kondisi tersebut akibat aparat birokrat di Kota Bogor ini
kurang peduli soal keselamatan KRB karena fokus hanya untuk mengejar Pendapatan
Asli Daerah (PAD) sehingga perijinan pembangunan fisik berupa hotel dan mall
dijadikan media transaksi financial untuk perkaya diri.
Yang
terakhir menjadi perdebatan sengit antara birokrat dengan pihak peduli
lingkungan berkaitan rencana revitalisai Terminal Baranangsiang yang lokasinya
tidak jauh dengan KRB. Karena revitalisasi dikembangkan menjadi optimalisasi,
yaitu Terminal Baranangsiang dioptimalkan dengan Hotel dan Mall setinggi 17
tingkat sehingga sumber air tanah semakin susut.
Untuk
medeteksi kebenaran kelangkaan sumber air tanah disekitar KRB, Pusat Konservasi
Tumbuhan KRB akan mengundang Pusat Geoteknologi Bandung untik melakukan kajian
mengenai kondisi air tanah di pusat Kota Bogor.
“Kami ingin melakukan kajian ini untuk
membuktikan apakah hipotesis-hipotesis yang terjadi di KRB terkait cepatnya
daun termasuk rumput cepat kering serta rontok karena berkurangnya air tanah,”
kata Kepala PKT KRB-LIPI, Mustaid Siregar seraya menambahkan pihaknya telah
mengirim surat kepada Pusat Geoteknologi Bandung dan diharapkan tim dari
Bandung dalam waktu dekat datang ke Bogor.
Diakui
Mustaid, penggunaan air tanah yang begitu tinggi dan kepadatan penduduk Kota
Bogor akan menjadi bahaya karena tanda-tanda tersebut sudah terlihat. “Kondisi
yang dilihat seminggu kalau tidak turun hujan, daun-daun tumbuhan serta
reremputan sangat cepat kering dan rontok,” ujarnya.
Kepala
Bidang Konservasi eks situ PKT KRB, Joko Ridho Witono juga menemukan
gejala-gejala gangguan pertumbuhan di KRB. “Ada kecenderungan pertumbuhan di
KRB melambat,” katanya. Hal tersebut, sambungnya, menjadi fenomena yang perlu
dikaji secara ilmiah untuk membuktikan apakah ada pengaruhnya dengan
berkurangnya sumber air tanah akibat banyaknya pembangunan khususnya disekitar
KRB.
Upaya
perlindungan terhadap KRB, ujarnya lagi, akan terus dilakukan lewat rekomendasi
dari pihak PKT KRB. “Salah satunya melakukan kajian terkait sumber air tanah
ini dengan Peneliti di Geoteknologi Bandung, untuk membuktikan hipotesis yang
kita lihat. Karena kita tidak punya kewenangan mengintervensi pemerintah dalam
membatasi pembangunan,” pungkasnya.* (dadang)
1.000 Conventer Kit Terancam Jadi
Barang Rongsokan
Bogor,KMI - Program pemerintah pusat terkait
konversi bahan bakar di Kota Bogor diprediksi gagal, sebab 1.000 tabung gas
(converter kit) yang dikirim Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
senilai Rp.15 miliar pada tahun 2009 yang dibagikan kepemilik angkutan kota
(angkot) terancam jadi barang rongsokan.
Sebagai
solusi tingginya harga BBM ketika itu, Pemerintah Pusat lewat Kementerian ESDM
dari dana APBN 2009 mengirimkan 1.000 converter kit ke Pemerintah Kota (Pemkot)
Bogor lewat Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan (DLLAJ) untuk dipasangkan di 1.000
angkot dari beberapa trayek. Dengan perubahan dari bensin ke gas diharapkan
meringankan beban para pengusaha angkot.
Setelah
converter kit terpasang pihak DLLAJ berusaha mencari pihak ketiga untuk
bekerjasama mendirikan Stasiun Pengisian Bahan Bakas Gas (SPBG). Tetapi lahan
untuk pendirian SPBG sulit didapat karena masyarakat sekitar keberatan adanya
SPBG dikhawatirkan sewaktu-waktu dapat meledak.
Agar program
konversi terlaksana, lalu Pemkot Bogor sebagai pilot project mengajak pihak
ketiga membangun sarana pendistribusian gas di Terminal Baranangsiang. Semuanya
berantakan karena pemerintah pusat lewat Perusahaan Gas Negara (PGN) tidak bisa
memastikan ketersediaan (pengiriman) gas. Maka mubazir bangunan pendistribusian
gas di Terminal Baranangsiang dan pihak ketiga pun merugi.
Sejumlah
pemilik angkot yang dihubungi modus pekan lalu, mengatakan program konversi
bahan bakar lewat converter kit sulit terlaksana di Kota Bogor. Sebab setelah
tidak ada pasokan gas cukup lama, barang tersebut dicopot dari angkot dan
disimpan digudang. “Saya tidak tahu barang tersebut apakah akan jadi rongsokan
atau tidak jika dibiarkan digudang dalam waktu lama,” ujar seorang pemilik
angkot.
Malahan.
Lanjutnya, barang tersebut banyak yang raib atau pindah tangan, sebab ketika
angkot dijual converter kit nya sekaligus diangkut karena dianggap satu paket.
Tidak jelas juntrungannya converter kit ditangan para pemilik angkot membuat
Kepala Dinas LLAJ, Kota Bogor, Suharto, berang. “Kalau barang tersebut
berpindah tangan atau raib, maka pemilik kendaraan harus berhadapan dengan
hukum,” tegas Suharto belum lama ini.
Pengamat dan
praktisi hukum dari LBH Keadilan Bogor Raya, Sugeng Teguh Santoso, menilai
kegagalan proyek tersebut mesti dipertanggung-jawabkan karena telah terjadi
maladministrasi. “Pemkot Bogor harus bertanggung-jawab dalam pengawasan. Tapi
pertanggung-jawaban seluruhnya tetap berada di pemerintah pusat,” tegasnya.*(dadang)
Dana Infrastruktur Untuk 417 Desa
Segera Cair
Bogor, KMI - Pemerintah Kabupaten (Pemkab)
Bogor lewat Badan Pemberdayaan Masyarakat Pemerintahan Desa (BPMPD) akan
golontorkan Bantuan Infrastruktur Pedesaan (BIP) pada 417 desa akhir Juni atau
Juli 2013. Demikian dikatakan Kepala BPMPD, Roy E Khaerudin baru-baru ini.
“Dana BIP
tahun ini lebih besar dari tahun lalu yaitu sebesar Rp.100 juta per desa
sementara tahun lalu hanya Rp.50 juta. Ya, jika ditotal keseluruhannya lebih
kurang sebesar Rp.4,2 miliar,” ujarnya seraya menambahkan kenaikan BIP tersebut
karena kebutuhan untuk pembangunan disetiap desa sekarang meningkat.
Menurut Roy,
bantuan itu dapat diperuntukkan untuk pembangunan jalan lingkungan, MCK,
Madrasah Ibtidaiyah, posyandu, irigasi dan jembatan. “Usulannya sesuai
kebutuhan, bisa lebih dari dua titik, tapi swadayanya harus lebih besar,” kata
mantan Camat Dijeruk itu.
Agar
pengerjaan sesuai dengan perencanaan dan tidak terjadi penyimpangan, kata dia,
saat pengerjaan proyek-proyek tersebut akan diawasi oleh semua pihak yang
berkaitan dengan program dimaksud, seperti pihak Kecamatan, BPMPD dan
Inspektorat.
“Jika
terbukti pengerjaannya tidak sesuai dengan perencanaan dan pihak pemerintahan
desa tidak memiliki alasan yang jelas
serta ada dugaan penyimpangan, maka pemerintahan desa harus
mempertanggung-jawabkan proyek itu dan mengembalikan bantuan tersebut,” kata
Roy.
Dari
beberapa iformasi yang masuk ke wartawan modus, penyimpangan bantuan desa,
seperti ADD, BIP, dan lain sebagainya, setiap tahun kerap terjadi. Tetapi belum
ada sangsi yang dikenakan kepada oknum Kepala Desa (Kades)/Kelurahan. Sebab
pelaku dengan pengawasnya sama-sama mengerti.
“Secara
reguler setiap tahun pemerintahan desa selalu diperiksa tim dari inspektorat.
Disamping pemeriksaan bantuan dari APBD atau provinsi juga pemeriksaan
administrasi dan dugaan penyimpangan lainnya. Tetapi setelah oknum dari
inspektorat dibekap amplop yang jumlahnya lumayan jika terjadi kesalahan
semuanya aman,” ujar seorang sumber.*(dadang)
Wakil Bupati Bogor Nilai Pelaksanaan
BLSM Salah Kaprah
Bogor,KMI - Bantuan Langsung Sementara
Masyarakat (BLSM) yang merupakan program pemerintah pusat sebagai kompensasi
dampak dari kenaikan BBM, dinilai Wakil Bupati Bogor, Karyawan Faturahman
(Karfat), pelaksanaannya salah kaprah.
Untuk
pencatatan kependudukan kerap terjadi selisih dan perbedaan pencatatan.
Padahal, kata dia, pemerintah daerah sudah memiliki alat hitung yang lebih
konkret berdasarkan jumlah penduduk di Dinas Dukcapil.
“Namun BPS sudah memiliki analisis dan metode lain
dalam perumusannya,” ujarnya. Mereka mengklaim metode yang diberikan lebih
mutakhir, lanjutnya, tetapi ketika pemerintah pusat akan menuangkan programnya,
ternyata masih banyak data yang tidak sesuai dengan kenyataan.
Saat ini
sudah ada otonomi daerah, katanya, sehingga sudah jelas mana wilayah yang
otonom dan mana yang bukan. “Jika kebijakan keuangan boleh dilakukan dari
pusat, maka seharusnya disampaikan kepada kami. Apakah pemerintah pusat tidak
percaya terhadap pemerintah daerah,” tegasnya.
Apa yang
menjadi unek-unek Karfat benar adanya, kata pengamat sosial, Usman, dimana
solusi yang baik pendistribusian BLSM lewat pemerintah daerah sebab pemerintah
daerahlah yang lebih tahu mana penduduk yang pantas menerima BLSM dan tidak.
“Sekarang dihampir semua daerah pendistribusian BLSM kacau. Yang kaya menerima
BLSM sementara yang benar-benar miskin gigit jari,” kata Usman.
Puluhan
warga Desa Dimandala, Kecamatan Cibinong, Kabupataen Bogor. Kemarin mendatangi
Kantor Desa setempat. Mereka yang berasal dari RT 01, 04, 05, dan 06 memprotes
penyaluran BLSM dinilai salah sasaran. “Banyak warga dari golongan mampu
mendapatkan BLSM. Tapi kami yang benar-benar membutuhkan malah tidak dapat,”
ketus Supendi warga RT 01.
Sementara
itu, Kades Cimandala, Encep, menjawab keluhan warganya, dengan mengatakan, data
program BLSM diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS). Alhasil, pemerintah
desa tidak mengetahui apakah penerima BLSM sudah tepat sasaran atau belum.
“Kami membagikan BLSM sesuai data yang diberikan oleh BPS. Kami sendiri tidak
tahu, khabarnya data itu diambil pada tahun 2011,” ujar Encep menenangkan
warganya.
Lain lagi
pengakuan wartawan Bogor, Usman, dia kaget setelah diberitahu mendapat BLSM di
Kelurahannya. “Saya tolak bantuan tersebut dan saya bilang kasihkan aja ke
orang yang membutuhkan. Engga tahu juga
siapa yang memasukin nama saya mndapat BLSM,” katanya kepada wartawan modus
sedikit malu.
Kalau di
desa atau kelurahan lain BLSM ditunggu warganya, tetapi di Kelurahan Cisarua,
Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, malah sebaliknya. Warga setempat justru
menolak bantuan subsidi kenaikan BBM tersebut.
Diperoleh
keterangan, 126 penerima BLSM di Kelurahan tersebut dipastikan tidak akan
menerima bantuan dadakan. Penolakan tersebut dilakukan karena pendataan tidak
valid. “Warga yang menerima BLSM harusnya warga miskin. Karena data sudah tak
valid, kebanyakan yang terdata menerima adalah warga mampu,” ungkap Sekretaris
Lurah Cisarua, Abdurakhman.
Jika
dipaksakan untuk dibagikan, kata Abdurakhman, dikhawatirkan akan berimbas
negatif. Karenanya, pihak kelurahan bermusyawarah dengan para Ketua RT dan
Ketua RW. “Kemarin seluruh Ketua RT dan Ketua RW serta warga penerima BLSM kami
kumpulkan untuk membahas BLSM di Kantor Kelurahan. Dalam pertemuan itu semua
sepakat untuk menolak BLSM tersebut,” ungkapnya. *(dadang)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar