Bogor, KMI
– Terminal Baranangsiang tahun ini akan direvitalisasi setelah 40 tahun
berdiri. Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor dituding tidak transparan dalam proses
rencana pembangunan terminal tersebut, sehingga berbagai pihak berusaha
menjegalnya.
Penjegalan secara fisik
dilakukan oleh Komunitas Pengurus Terminal Baranangsiang (KPTB) yaitu gabungan
para pemilik bus dan sopir serta pedagang. Sementara yang menjegal ditingkat
atas adalah para anggota DPRD Kota Bogor. Dasar penjegalan karena revitalisai
ditingkatkan menjadi optimalisasi, yaitu terminal dibangun terintegrasi dengan
mal dan hotel.
Keberatan pihak KPTB fungsi
terminal kelak tidak menguntungkan mereka, sebab terminal akan disimpan
ditingkat bawah (basement) sehingga akan kesulitan mendapatkan penumpang.
Mereka berprediksi akan bermunculan terminal liar karena masyarakat selaku
penumpang tidak mau ribet.
Rencana
pihak Pemkot Bogor, saat terminal dibangun untuk sementara dipindahkan ke Wangun dan Bubulak. Tetapi mereka menolak
karena kedua tempat tersebut jauh dan sepi. Ketika Terminal Baranangsiang akan
ditutup karena pengerjaan akan dimulai, ratusan massa berdemo besar-besaran
menutup akses jalan Sabtu lalu. Mereka meminta terminal dibuka sampai Hari Raya
Idul Fitri.
Kemacetan akses jalan cukup
parah ratusan kendaraan tidak bisa bergerak
sementara pengamanan dari aparat Kota Bogor tidak berhasil membujuk
mereka untuk membubarkan diri. Terpaksa bantuan dari Polda Jabar didatangkan
dan tidak tanggung-tanggung yang datang adalah Kapolda Jabar Suhardi Alyus
beserta anggotanya.
Walikota
Bogor H. Diani Budiarto setelah dipanggil Kapolda Jabar, bersedia menunda
pembangunan Terminal Baranangsiang setelah Hari Raya. Setelah ada jaminan dari
Walikota untuk memberi mereka kesempatan beroperasi sampai Hari Raya, massapun
setelah tujuh jam memacetkan akses jalan mulai membubarkan diri.
Lain lagi penjegalan yang
dilakukan para anggota DPRD Kota Bogor. Mereka menuding pihak eksekutif bermain
sendiri dalam pengerjaan proyek optimalisasi Terminal Baranangsiang artinya
tanpa melibatkan pihak legislatif. Lewat kewenangannya anggota Dewan menilai
proyek optimalisasi terminal yang terintegrasi dengan mal dan hotel melanggar
Peraturan Daerah (Perda) N0. 8 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Kota Bogor 2011-2031.
Regulasi pada Perda RTRW itu
menerangkan, bahwa Terminal Baranangsiang diperuntukan terminal, bukan sebagai
tempat perdagangan dan hotel. Dalam perda tersebut sangat jelas wilayah
Terminal Baranangsiang digambarkan berwarna cokelat kehitam-hitaman yang berarti
untuk terminal, bukan berwarna merah yang berarti wilayah perdagangan dan jasa.
Sehingga proses optimalisasi aset terminal ini dinilai berpotensi cacat hukum.
Anggota DPRD Kota Bogor, Usmar
Hariman, mengatakan, penggunaan kata optimalisasi dalam pembangunan Terminal
Baranangsiang agak rancu. “Pelanggaran pada perda bisa merujuk hingga dipidana,
baik dari perangkat dinasnya, hingga pengambil kebijakan,” tandasnya.
Lain lagi kritik anggota Komisi
C, Slamet Wijaya, menurutnya, dia tidak setuju adanya hotel ditempat tersebut.
Kalau memang mindset awal terminal yang harus diutamakan adalah terminal, tanpa
ada hotel. Slamet menilai, keberadaan hotel dikawasan terminal bakal menambah
pundi-pundi maksiat dijantung kota. “Jelas akan menjadi tempat mesum kalau benar
dibangun hotel. Kami tidak setuju,” kata dia.
Setuju atau tidak setuju bagi
pihak Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor optimalisasi Terminal Baranangsiang tetap
harus jadi. Alasannya ternyata Pemkot telah menerima pembayaran uang sewa
penggunaan lahan Terminal Baranangsiang dari investor selama dua tahun sebesar
Rp.298 juta.
Lebih jauh Pemkot Bogor melalui Kepala Bagian
Penatausahaan dan Pengusahaan Aset pada BPKAD Kota Bogor, Taufik, memberi
pengakuan disamping Pemkot Bogor sudah menerima uang dari investor juga izin
prisip dari Bappeda sudah turun demikian juga IMB pada 28 Jui 2013 sudah
diterbitkan. “Ini berarti semua persyaratan termasuk Amdal sudah selesai
dilakukan,” bebernya.
Kisruh optimalisasi Terminal Baranangsiang, menurut
berbagai kalangan tidak akan terjadi jika pihak Pemkot Bogor tidak menyelingkuhi partnernya, yaitu para
anggota DPRD Kota Bogor.
“Menarik untuk ditunggu
perkembangan optimalisai Terminal Baranangsiang. Apakah terjadi kesepahaman antara Eksekutif dan Legislatif di Kota Hujan ini,” tutur
seorang dari kalangan tersebut. *(Dadang)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar