Sejak Januari
hingga September 2013 ini. Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan
Anak (P2TP2A) Kabupaten Sukabumi telah mengungkap 28 kasus human trafficking atau perdagangan manusia di wilayahnya. 60 Persen
lebih kasus tersebut melibatkan anak di bawah umur atau 18 tahun ke bawah.
Di Jawa Barat sendiri, Kabupaten Sukabumi berada di urutan ketiga setelah Indramayu dan Kota Bandung dalam kasus perdagangan manusia. Dari data P2TP2A Kabupaten Sukabumi, para Anak Baru Gede (ABG) itu sebagian besar dijual ke tempat-tempat hiburan malam di Pulau Sumatera, Kalimantan dan Papua. Bahkan ada juga beberapa temuan ABG yang dijual ke negara tetangga, seperti Malaysia dan Brunei Darussalam.
Di Jawa Barat sendiri, Kabupaten Sukabumi berada di urutan ketiga setelah Indramayu dan Kota Bandung dalam kasus perdagangan manusia. Dari data P2TP2A Kabupaten Sukabumi, para Anak Baru Gede (ABG) itu sebagian besar dijual ke tempat-tempat hiburan malam di Pulau Sumatera, Kalimantan dan Papua. Bahkan ada juga beberapa temuan ABG yang dijual ke negara tetangga, seperti Malaysia dan Brunei Darussalam.
Kran jasa
tenaga kerja yang diberikan oleh Pemerintah baik pusat maupun daerah harus
lebih diperhatikan dan diperketat.
Sampai sejauhmana perusahaan jasa tenaga kerja memproteksi TKI menuju
tempat kerja hingga pulang ke rumahnya.
Sejauhmana perusahaan penyalur tenaga kerja memberikan jaminan atas
nasib TKI tersebut. Seyogianya,
Pemerintah memberikan channel kepada
perusahaan penyalur Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke Negara-negara yang telah
ditunjuk oleh pihak pemerintah.
"Melihat
tingginya angka perdagangan manusia di Kabupaten Sukabumi tidak lagi disebabkan
oleh faktor ekonomi, tetapi lebih ngetrend
masyarakat yang konsumtif. Tentu saja ini sangat mengkhawatirkan, karena
kabupaten ini masyarakatnya sudah sangat konsumtif dan hedonis," ujar
Ketua P2TP2A Kabupaten Sukabumi, Elis Nurbaeti dalam sebuah pembicaraan di
kantornya di Jalan Raya Cisaat, Sukabumi, Jumat (13/9) lalu.
Menurutnya,
perdagangan manusia tidak melulu harus penjualan wanita atau anak-anak untuk
jadi pekerja seks komersial saja, pengiriman TKW ilegal yang berujung pada
penyiksaan dan perbudakan adalah bentuk lain human trafficking. Meski demikian, kasus ABG yang dijadikan pekerja
seks komersial atau jadi penghibur tamu tempat hiburan malam mendominasi di
Kabupaten Sukabumi.
"Sebagian
besar kasus yang ditemui adalah para korban yang rata-rata di bawah umur ini
awalnya dijanjikan kerja jadi pelayan restoran, tetapi setelah sampai di lokasi
ternyata dijual ke tempat hiburan malam," terang Elis.
Gadis-gadis
cilik yang masih di bawah umur ini, kata Elis, banyak yang dijual ke Batam,
Riau, Bangka Belitung, Sorong, hingga Malaysia dan Brunei Darussalam.
"Faktor
pendidikan juga sangat besar pengaruhnya. Rata-rata mereka hanya tamatan SD.
Mereka jadi korban perdagangan manusia, tetapi mereka kadang tidak sadar akan
hal itu," terangnya.
Tidak
mudah juga untuk mengungkap kasus perdagangan manusia, terutama yang melibatkan
anak di bawah umur. Sebagian besar korban dan keluarganya menganggap, kalau toh
mereka dijual, hal itu adalah sebuah aib.
"Jadi
banyak yang tidak mau lapor karena malu. Belum lagi ada faktor ekonomi, dimana
si anak itu terkadang menjadi tulang punggung keluarga. Banyak kendala di
lapangan yang membuat kasus seperti ini sulit untuk diungkap," terangnya.
Lebih
lanjut Elis, untuk memberantas kasus ini perlu dukungan dari seluruh pihak dan
anggaran yang cukup besar, karena untuk menjemput korban perdagangan manusia
yang berada diluar daerah membutuhkan biaya yang tinggi. Bahkan pihaknya pernah
ke Malaysia ternyata cukup banyak warga Kabupaten Sukabumi yang menjadi korban
perdagangan manusia, tetapi untuk memulangkannya harus ditebus.
"Kami
juga sudah melakukan hearing dengan
DPRD Kabupaten Sukabumi dan pihak legislatif, setuju akan membantu menambah
anggaran untuk pemberantasan perdagangan manusia," kata Elis. *(Rizal Pane)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar