Selasa, 02 Juli 2013

Kelestarian Kebun Raya Bogor Terganggu



Bogor, KMI - Kelestarian Kebun Raya Bogor (KRB) mulai terganggu setelah pembangunan disekitar paru-paru kota tersebut tidak terkendali berdampak sumber air tanah berkurang. Gejalanya dedaunan berbagai tanaman langka dan rerumputan yang memenuhi KRB cepat kering dan rontok.
Menurut berbagai kalangan, kondisi tersebut akibat aparat birokrat di Kota Bogor ini kurang peduli soal keselamatan KRB karena fokus hanya untuk mengejar Pendapatan Asli Daerah (PAD) sehingga perijinan pembangunan fisik berupa hotel dan mall dijadikan media transaksi financial untuk perkaya diri.
Yang terakhir menjadi perdebatan sengit antara birokrat dengan pihak peduli lingkungan berkaitan rencana revitalisai Terminal Baranangsiang yang lokasinya tidak jauh dengan KRB. Karena revitalisasi dikembangkan menjadi optimalisasi, yaitu Terminal Baranangsiang dioptimalkan dengan Hotel dan Mall setinggi 17 tingkat sehingga sumber air tanah semakin susut.
Untuk medeteksi kebenaran kelangkaan sumber air tanah disekitar KRB, Pusat Konservasi Tumbuhan KRB akan mengundang Pusat Geoteknologi Bandung untik melakukan kajian mengenai kondisi air tanah di pusat Kota Bogor.
 “Kami ingin melakukan kajian ini untuk membuktikan apakah hipotesis-hipotesis yang terjadi di KRB terkait cepatnya daun termasuk rumput cepat kering serta rontok karena berkurangnya air tanah,” kata Kepala PKT KRB-LIPI, Mustaid Siregar seraya menambahkan pihaknya telah mengirim surat kepada Pusat Geoteknologi Bandung dan diharapkan tim dari Bandung dalam waktu dekat datang ke Bogor.
Diakui Mustaid, penggunaan air tanah yang begitu tinggi dan kepadatan penduduk Kota Bogor akan menjadi bahaya karena tanda-tanda tersebut sudah terlihat. “Kondisi yang dilihat seminggu kalau tidak turun hujan, daun-daun tumbuhan serta reremputan sangat cepat kering dan rontok,” ujarnya.
Kepala Bidang Konservasi eks situ PKT KRB, Joko Ridho Witono juga menemukan gejala-gejala gangguan pertumbuhan di KRB. “Ada kecenderungan pertumbuhan di KRB melambat,” katanya. Hal tersebut, sambungnya, menjadi fenomena yang perlu dikaji secara ilmiah untuk membuktikan apakah ada pengaruhnya dengan berkurangnya sumber air tanah akibat banyaknya pembangunan khususnya disekitar KRB.
Upaya perlindungan terhadap KRB, ujarnya lagi, akan terus dilakukan lewat rekomendasi dari pihak PKT KRB. “Salah satunya melakukan kajian terkait sumber air tanah ini dengan Peneliti di Geoteknologi Bandung, untuk membuktikan hipotesis yang kita lihat. Karena kita tidak punya kewenangan mengintervensi pemerintah dalam membatasi pembangunan,” pungkasnya.* (dadang)

1.000 Conventer Kit Terancam Jadi Barang Rongsokan
Bogor,KMI - Program pemerintah pusat terkait konversi bahan bakar di Kota Bogor diprediksi gagal, sebab 1.000 tabung gas (converter kit) yang dikirim Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) senilai Rp.15 miliar pada tahun 2009 yang dibagikan kepemilik angkutan kota (angkot) terancam jadi barang rongsokan.
Sebagai solusi tingginya harga BBM ketika itu, Pemerintah Pusat lewat Kementerian ESDM dari dana APBN 2009 mengirimkan 1.000 converter kit ke Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor lewat Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan (DLLAJ) untuk dipasangkan di 1.000 angkot dari beberapa trayek. Dengan perubahan dari bensin ke gas diharapkan meringankan beban para pengusaha angkot.
Setelah converter kit terpasang pihak DLLAJ berusaha mencari pihak ketiga untuk bekerjasama mendirikan Stasiun Pengisian Bahan Bakas Gas (SPBG). Tetapi lahan untuk pendirian SPBG sulit didapat karena masyarakat sekitar keberatan adanya SPBG dikhawatirkan sewaktu-waktu dapat meledak.
Agar program konversi terlaksana, lalu Pemkot Bogor sebagai pilot project mengajak pihak ketiga membangun sarana pendistribusian gas di Terminal Baranangsiang. Semuanya berantakan karena pemerintah pusat lewat Perusahaan Gas Negara (PGN) tidak bisa memastikan ketersediaan (pengiriman) gas. Maka mubazir bangunan pendistribusian gas di Terminal Baranangsiang dan pihak ketiga pun merugi.
Sejumlah pemilik angkot yang dihubungi modus pekan lalu, mengatakan program konversi bahan bakar lewat converter kit sulit terlaksana di Kota Bogor. Sebab setelah tidak ada pasokan gas cukup lama, barang tersebut dicopot dari angkot dan disimpan digudang. “Saya tidak tahu barang tersebut apakah akan jadi rongsokan atau tidak jika dibiarkan digudang dalam waktu lama,” ujar seorang pemilik angkot.
Malahan. Lanjutnya, barang tersebut banyak yang raib atau pindah tangan, sebab ketika angkot dijual converter kit nya sekaligus diangkut karena dianggap satu paket. Tidak jelas juntrungannya converter kit ditangan para pemilik angkot membuat Kepala Dinas LLAJ, Kota Bogor, Suharto, berang. “Kalau barang tersebut berpindah tangan atau raib, maka pemilik kendaraan harus berhadapan dengan hukum,” tegas Suharto belum lama ini.
Pengamat dan praktisi hukum dari LBH Keadilan Bogor Raya, Sugeng Teguh Santoso, menilai kegagalan proyek tersebut mesti dipertanggung-jawabkan karena telah terjadi maladministrasi. “Pemkot Bogor harus bertanggung-jawab dalam pengawasan. Tapi pertanggung-jawaban seluruhnya tetap berada di pemerintah pusat,” tegasnya.*(dadang)

Dana Infrastruktur Untuk 417 Desa Segera Cair
Bogor, KMI - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor lewat Badan Pemberdayaan Masyarakat Pemerintahan Desa (BPMPD) akan golontorkan Bantuan Infrastruktur Pedesaan (BIP) pada 417 desa akhir Juni atau Juli 2013. Demikian dikatakan Kepala BPMPD, Roy E Khaerudin baru-baru ini.
“Dana BIP tahun ini lebih besar dari tahun lalu yaitu sebesar Rp.100 juta per desa sementara tahun lalu hanya Rp.50 juta. Ya, jika ditotal keseluruhannya lebih kurang sebesar Rp.4,2 miliar,” ujarnya seraya menambahkan kenaikan BIP tersebut karena kebutuhan untuk pembangunan disetiap desa sekarang meningkat.
Menurut Roy, bantuan itu dapat diperuntukkan untuk pembangunan jalan lingkungan, MCK, Madrasah Ibtidaiyah, posyandu, irigasi dan jembatan. “Usulannya sesuai kebutuhan, bisa lebih dari dua titik, tapi swadayanya harus lebih besar,” kata mantan Camat Dijeruk itu.
Agar pengerjaan sesuai dengan perencanaan dan tidak terjadi penyimpangan, kata dia, saat pengerjaan proyek-proyek tersebut akan diawasi oleh semua pihak yang berkaitan dengan program dimaksud, seperti pihak Kecamatan, BPMPD dan Inspektorat.
“Jika terbukti pengerjaannya tidak sesuai dengan perencanaan dan pihak pemerintahan desa  tidak memiliki alasan yang jelas serta ada dugaan penyimpangan, maka pemerintahan desa harus mempertanggung-jawabkan proyek itu dan mengembalikan bantuan tersebut,” kata Roy.
Dari beberapa iformasi yang masuk ke wartawan modus, penyimpangan bantuan desa, seperti ADD, BIP, dan lain sebagainya, setiap tahun kerap terjadi. Tetapi belum ada sangsi yang dikenakan kepada oknum Kepala Desa (Kades)/Kelurahan. Sebab pelaku dengan pengawasnya sama-sama mengerti.
“Secara reguler setiap tahun pemerintahan desa selalu diperiksa tim dari inspektorat. Disamping pemeriksaan bantuan dari APBD atau provinsi juga pemeriksaan administrasi dan dugaan penyimpangan lainnya. Tetapi setelah oknum dari inspektorat dibekap amplop yang jumlahnya lumayan jika terjadi kesalahan semuanya aman,” ujar seorang sumber.*(dadang)

Wakil Bupati Bogor Nilai Pelaksanaan BLSM Salah Kaprah
Bogor,KMI - Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) yang merupakan program pemerintah pusat sebagai kompensasi dampak dari kenaikan BBM, dinilai Wakil Bupati Bogor, Karyawan Faturahman (Karfat), pelaksanaannya salah kaprah.
Untuk pencatatan kependudukan kerap terjadi selisih dan perbedaan pencatatan. Padahal, kata dia, pemerintah daerah sudah memiliki alat hitung yang lebih konkret berdasarkan jumlah penduduk di Dinas Dukcapil.
 “Namun BPS sudah memiliki analisis dan metode lain dalam perumusannya,” ujarnya. Mereka mengklaim metode yang diberikan lebih mutakhir, lanjutnya, tetapi ketika pemerintah pusat akan menuangkan programnya, ternyata masih banyak data yang tidak sesuai dengan kenyataan.
Saat ini sudah ada otonomi daerah, katanya, sehingga sudah jelas mana wilayah yang otonom dan mana yang bukan. “Jika kebijakan keuangan boleh dilakukan dari pusat, maka seharusnya disampaikan kepada kami. Apakah pemerintah pusat tidak percaya terhadap pemerintah daerah,” tegasnya.
Apa yang menjadi unek-unek Karfat benar adanya, kata pengamat sosial, Usman, dimana solusi yang baik pendistribusian BLSM lewat pemerintah daerah sebab pemerintah daerahlah yang lebih tahu mana penduduk yang pantas menerima BLSM dan tidak. “Sekarang dihampir semua daerah pendistribusian BLSM kacau. Yang kaya menerima BLSM sementara yang benar-benar miskin gigit jari,” kata Usman.
Puluhan warga Desa Dimandala, Kecamatan Cibinong, Kabupataen Bogor. Kemarin mendatangi Kantor Desa setempat. Mereka yang berasal dari RT 01, 04, 05, dan 06 memprotes penyaluran BLSM dinilai salah sasaran. “Banyak warga dari golongan mampu mendapatkan BLSM. Tapi kami yang benar-benar membutuhkan malah tidak dapat,” ketus Supendi warga RT 01.
Sementara itu, Kades Cimandala, Encep, menjawab keluhan warganya, dengan mengatakan, data program BLSM diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS). Alhasil, pemerintah desa tidak mengetahui apakah penerima BLSM sudah tepat sasaran atau belum. “Kami membagikan BLSM sesuai data yang diberikan oleh BPS. Kami sendiri tidak tahu, khabarnya data itu diambil pada tahun 2011,” ujar Encep menenangkan warganya.
Lain lagi pengakuan wartawan Bogor, Usman, dia kaget setelah diberitahu mendapat BLSM di Kelurahannya. “Saya tolak bantuan tersebut dan saya bilang kasihkan aja ke orang yang  membutuhkan. Engga tahu juga siapa yang memasukin nama saya mndapat BLSM,” katanya kepada wartawan modus sedikit malu.
Kalau di desa atau kelurahan lain BLSM ditunggu warganya, tetapi di Kelurahan Cisarua, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, malah sebaliknya. Warga setempat justru menolak bantuan subsidi kenaikan BBM tersebut.
Diperoleh keterangan, 126 penerima BLSM di Kelurahan tersebut dipastikan tidak akan menerima bantuan dadakan. Penolakan tersebut dilakukan karena pendataan tidak valid. “Warga yang menerima BLSM harusnya warga miskin. Karena data sudah tak valid, kebanyakan yang terdata menerima adalah warga mampu,” ungkap Sekretaris Lurah Cisarua, Abdurakhman.
Jika dipaksakan untuk dibagikan, kata Abdurakhman, dikhawatirkan akan berimbas negatif. Karenanya, pihak kelurahan bermusyawarah dengan para Ketua RT dan Ketua RW. “Kemarin seluruh Ketua RT dan Ketua RW serta warga penerima BLSM kami kumpulkan untuk membahas BLSM di Kantor Kelurahan. Dalam pertemuan itu semua sepakat untuk menolak BLSM tersebut,” ungkapnya. *(dadang)
                               
               
               

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Atasi Kelangkaan Elpiji 3 Kg, Pemkab Pangandaran Harus Segera Miliki SPBE

PANGANDARAN, KMI - Dengan adanya keterkaitan, mahalnya Gas Elpiji di kabupaten Pangandaran dan maraknya harga penjualan gas elpiji 3 k...