Kamis, 07 November 2013

Prahara Birokrasi




                                                              Oleh : Hans Nainggolan

Dalam menjalankan pelayanan kepada masyarakat, aparatur pemerintah sebagai penyelenggara negara hingga saat ini masih menjadi buah bibir di kalangan warga masyarakat itu sendiri. Pasalnya para aparatur ini baik ditingkat pusat, daerah hingga tingkat kelurahan dan RT/RW masih menjalankan cerita lama dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Berbagai manuver dan cara dilakukan para aparatur penyelenggara Negara ini memperberat urusan dengan birokrasi bertele-tele, agar warga masyarakat tersebut pusing kepala dan akhirnya menawarkan sesuatu yang tidak lajim demi lancarnya urusan.
Aparatur ini, atau lebih tepatnya disebut oknum aparatur dengan gaya dan sikap seolah-olah tidak butuh, spontan berkata bahwa apa yang diberikan warga masyarakat tersebut sebenarnya tidak perlu, karena tanpa itu juga para aparatur ini pasti akan menjalankan tugas sesuai aturan.
Namun, perkataan spontan tersebut hanyalah merupakan ‘ketebelece’ nyatanya sebelum sesuatu yang tidak tersurat tapi tersirat dihati oknum aparatur ini dipenuhi, beraneka ragam birokrasi bertele-tele yang muncul.
Birokrasi bertele-tele itu diciptakan seolah-olah substansif terhadap urusan, namun bila ditilik dari kepentingannya tidak begitu pengaruh terhadap apa yang diurus oleh warga masyarakat.
Menilik dari beraneka ragam birokrasi bertele-tele ini memcerminkan bahwa masih banyak oknum aparatur sebagai penyelenggara Negara yang tidak menyadari bahwa mereka adalah pelayan masyarakat yang digaji dari uang masyarakat.
Oknum aparatur ini menegakkan wibawa, seolah jauh lebih super dari warga masyarakat yang menggajinya. Situasi menjadi samar, kondisi ini membuat buram arti dari sebuah pelayanan, dan keadaan menjadi terbalik. Yang semestinya yang menjadi Tuan adalah warga masyarakat, kini oknum aparatur inilah yang mengendalikan keadaan sehingga secara tidak langsung, sang oknum aparaturlah yang menjadi Tuan.
Kondisi ini membuat miris, dan tidak jelas sampai kapan situasi seperti ini akan terjadi. Sia-sia semua janji-janji kampanye sang pemimpin yang kala pencalonan dirinya selalu berkoar-koar untuk kepentingan rakyat, demi rakyat, pro rakyat, dan untuk rakyat.
Gaung suara yang mengatakan kepentingan rakyat akan dikedepankan, selalu terngiang dikuping masyarakat itu sendiri. Namun setelah sang pemimpin ini duduk di kursinya atas pilihan rakyat. Janji-jaji kampanye tersebut hanyalah isapan jempol semata. Kenyataan yang terjadi, sang pemimpin pilihan rakyat ini lupa akan janjinya untuk kepentingan rakyat.
Celakanya, diantara para pemimpin ini terekpost bahwa dengan sengaja menutup sebelah mata akan tindakan para anak buahnya. Tidak jelas diketahui kenapa demikian. Sehingga para oknum aparatur ini dengan berbagai kesempatan, berusaha menciptakan Birokrasi bertele-telentuk menyedot uang masyarakat. []

*Penulis adalah Wartawan, tinggal di Bandung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Atasi Kelangkaan Elpiji 3 Kg, Pemkab Pangandaran Harus Segera Miliki SPBE

PANGANDARAN, KMI - Dengan adanya keterkaitan, mahalnya Gas Elpiji di kabupaten Pangandaran dan maraknya harga penjualan gas elpiji 3 k...